Tribun Fasilkom

Selasa, 04 Oktober 2011

Lampu Medis dari Tenaga Matahari

DI beberapa negara yang mengalami peperangan atau bencana alam, pasokan lisrik kadang menjadi masalah. Di tenda-tenda darurat, orang-orang hanya menggunakan lampu badai atau lampu yang menggunakan kerosin. Namun, untuk tenda medis, penerangan seperti itu tentu tidak cukup.

Michael O'Brain dari University of Technology Sydney, Australia, memperhatikan hal ini selama ia menjelajahi berbagai negara. Di negara-negara seperti Paraguay, Nigeria, Meksiko, Spanyol, dan Kamboja, Michael mengetahui bahwa penerangan untuk keperluan medis sangat tidak memadai.

"Saya memang suka melakukan penelitian, tetapi fokus penelitian saya dalam bidang desain," kenangnya saat ditemui Kompas.com seusai presentasi di perpustakaan Universitas Indonesia (UI), Depok, Minggu (2/10/2011).

Ketertarikannya untuk membuat penelitian seputar penerangan medis disambut baik oleh dr Laura Stachel. Dokter yang menguasai teknologi solar panel ini membuat sebuah baterai yang bisa diisi ulang berkali-kali untuk melengkapi desain lampu medis yang dibuat Michael.

Pertemuan Michael dengan dr Laura menghasilkan sebuah lampu penerangan medis yang mereka beri nama We Care Solar (Women's Emergency Communication and Reliable Electricity). Michael yang merupakan sarjana desain industri kemudian menjual produknya ke tempat-tempat yang membutuhkan.

"Saya baru lulus tahun lalu dan produk ini saya jual satuan. Siapa yang butuh, saya buatkan. Saya masih bekerja secara individual dan belum terpikirkan akan berbisnis alat ini," ungkap Michael.

Michael mengaku mengikuti E-Idea yang diadakan British Council karena ingin karyanya lebih dikenal banyak orang. Dengan begitu, ia bisa memublikasikan betapa pentingnya karya yang ia buat bagi kehidupan masyarakat, terutama kalangan medis.

Alat We Care Solar terbuat dari stainless steel dan light-emitting diode (LED) dengan dilengkapi baterai solar sebagai sumber cahaya. Bentuknya hampir mirip penerangan milik dokter gigi atau dokter bedah. Namun, desainnya lebih artistik dan sumber cahayanya dari baterai solar.

Michael hingga kini masih berdiri sendiri membangun alat ini. Dengan dana dari British Council sebesar 10.000 dollar Australia, Michael akan melanjutkan penelitiannya untuk mengembangkan detail alat yang dibangunnya agar lebih mudah digunakan.

"Selama ini kerja sama saya dengan dr Laura hanya kerja sama informal. Setelah ini, saya membuka kesempatan bagi siapa saja untuk kolaborasi," ucapnya.

Michael adalah satu dari 40 semifinalis yang terpilih dalam kompetisi E-Idea. Kompetisi ini adalah kompetisi yang mendanai, mendukung, dan mementori pengusaha muda usia 18 sampai 35 tahun, yang berasal dari tujuh negara (Australia, China, Indonesia, Jepang, Korea, Thailand, dan Vietnam). E-Idea merupakan kerja sama British Council dengan Lloyd's Register Quality Assurance (LRQA).

Bidang lingkungan yang difokuskan pada E-Idea adalah: pengurangan dan efisiensi limbah, transportasi dan perjalanan, pengurangan energi dan efisiensi air, serta desain berkelanjutan. Inovasi dapat berupa produk, prototipe, sistem, konsep, teknologi, material, dan alternatif yang merujuk pada sebuah industri atau proses yang mengarah pada pengembangan komunitas melalui desain serta pergerakan atau advokasi yang berkelanjutan.

Kompetisi E-Idea akan memasuki masa grand final pada 5 Oktober 2011. Sejak 2 Oktober, para semifinalis dari 7 negara akan menjalani pelatihan, seminar, dan harus melakukan beberapa presentasi. Salah satunya adalah presentasi yang dilakukan Michael di Ruang Sinema Perpustakaan UI Depok. Hanya 7 orang dari 7 negara berbeda yang melakukan presentasi di depan para mahasiswa UI. Presentasi lainnya akan diberikan peserta lain dalam rangkaian acara menuju grand final. (kompas.com)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More